Pages

Banjir Nabi Nuh Ada Dalam Seluruh Kebudayaan di Dunia 1

 Banjir Nuh atau cerita tentang Nabi Nuh yang sering kita baca dan jumpai dalam Al Qur-an, juga disebutkan dalam hampir seluruh kebudayaan di dunia. Di samping dikemukakan dalam Perjanjian Lama dan Baru, kisah tentang banjir Nuh ini diungkap secara serupa dalam catatan-catatan sejarah Sumeria dan Asiria-Babilonia, dalam legenda-legenda Yunani, dalam epik Shatapatha Brahmana dan Mahabarata dari India, dalam beberapa legenda Wales di Kepulauan Inggris, dalam Nordic Edda, dalam legenda-legenda Lithuania, dan bahkan dalam cerita-cerita yang berakar dari Cina.


Penyebutan Peristiwa Banjir dalam Beberapa Kebudayaan.

 Sumeria: Dewa yang bernama Enlil memberi tahu orang-orang bahwa dewa-dewa yang lain ingin menghancurkan umat manusia, namun ia berkenan untuk meyelamatkan mereka. Pahlawan dalam kisah ini adalah Ziusudra, raja yang taat dari negeri Sippur. Dewa Enlil memberi tahu Ziusudra apa yang harus dilakukan agar selamat dari Banjir. Teks yang menceritakan pembuatan kapal tersebut hilang, namun fakta bahwa bagian ini pernah ada terungkap dalam bagian-bagian yang menyebutkan bagaimana Ziusudra diselamatkan. Begitupun berdasarkan versi Babilonia tentang banjir, dapat disimpulkan bahwa dalam versi Sumeria yang lengkap tentulah terdapat rincian yang lebih menyeluruh tentang penyebab kejadian tersebut dan bagaimana perahu dibuat.

Kebudayaan Babilonia: Ut-Napishtim adalah padanan bangsa Babilonia terhadap Ziusudra, pahlawan Sumeria dalam peristiwa banjir. Tokoh penting yang lain adalah Gilgamesh. Menurut legenda, Gilgamesh memutuskan untuk mencari dan menemukan para leluhurnya untuk mendapatkan rahasia kehidupan abadi. Ia diperingatkan akan berbagai bahaya dan kesulitan dalam perjalanan itu. Ia diberi tahu bahwa ia harus melakukan perjalanan melewati “pegunungan Mashu dan perairan maut”; dan perjalanan seperti itu hanya pernah diselesaikan oleh dewa matahari Shamash. Namun Gilgamesh menghadapi semua bahaya perjalanan dan akhirnya berhasil mencapai Ut-Napishtim.

Naskah ini terpotong pada bagian yang menceritakan pertemuan antara Gilgamesh dan Ut-Napishtim; dan selanjutnya ketika teks dapat terbaca, Ut-Napishtim menceritakan kepada Gilgamesh bahwa “para dewa menyimpan rahasia kematian dan kehidupan bagi diri mereka sendiri” (mereka tidak akan memberikannya kepada manusia). Atas jawaban ini, Gilgamesh bertanya bagaimana Ut-Napishtim dapat memperoleh keabadian; dan Ut-Napishtim menceritakan kepadanya kisah banjir sebagai jawaban atas pertanyaan ini. Banjir tersebut juga diceritakan dalam kisah “dua belas meja “ yang terkenal dalam epik tentang Gilgamesh.

Ut-Napishtim memulai dengan mengatakan bahwa kisah yang akan diceritakan kepada Gilgamesh merupakan “sesuatu yang rahasia, sebuah rahasia dari dewa-dewa”. Ia bercerita bahwa ia berasal dari kota Shurup-pak, kota tertua di antara kota-kota di daratan Akkad. Berdasarkan ceritanya, dewa “Ea” telah memanggilnya melalui dinding kayu gubuknya dan menyatakan bahwa para dewa telah memutuskan untuk menghancurkan semua benih kehidupan dengan sebuah banjir; namun penyebab keputusan mereka tidak diterangkan dalam cerita banjir Babilonia sebagaimana halnya dalam kisah banjir Sumeria. Ut-Napishtim menceritakan bahwa Ea telah menyuruhnya membuat sebuah perahu dan ia harus membawa serta “benih-benih dari semua makhluk hidup”dengan perahu itu. Ea memberitahunya ukuran dan bentuk kapal itu; berdasarkan hal ini, lebar, panjang, dan tinggi kapal menjadi sama. Badai besar menjung-kirbalikkan segala sesuatu selama enam hari dan enam malam. Pada hari ketujuh, badai reda. Ut-Napishtim melihat bahwa di luar kapal, “semua telah berubah menjadi lumpur yang lengket”. Kapal tersebut terdampar di gunung Nisir.


Gambar Bekas Bahtera Nabi Nuh Yang Terdampar di gunung Judi (Gunung Ararat sekarang)

0 komentar:

Posting Komentar

Jangan lupa komentarnya,Terimakasih atas komentar anda
(Do not forget to comment, Thank you for your comment)

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Followers